- Fiqh Wakaf
- Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang WAKAF
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No 41 Tentang WAKAF
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 28Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
- Instruksi Menteri Agama No. 15 Tahun 1989 tentang pembuatan Akta Ikrar Wakar dan Persertifikatan tanah wakaf.
- Instruksi Menteri Agama dan Kepala BPN No. 04 tahun 1990 – No. 24 Tahun 1990 tentang Sertifikat Tanah Wakaf.
- Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala BPN No. 422 dan No. 3/SKB/2004, tentang Sertifikat Tanah Wakaf
Wakaf dan
sejarahnya dalam Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah dan respon sahabat-sahabat
Rasulullah Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman :
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. Ali Imran : 92).
Abu Thalhah
seorang sahabat setelah mendengar ayat diatas ingin mewakafkan hartanya
yang sangat dicintainya. Berupa kebun di Birha.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Apabila manusia wafat.
Terputuslah amal perbuatannya. Kecuali dari tiga hal, yaitu dari sedekah
jariyah (wakaf) atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yg
mendoakannya”. Para ulama menafsirkan sabda Rasulullah SAW : Sedekah
jariyah dengan wakaf, bukan seperti wasiat memanfaatkan harta.
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar ia mengatakan : “Umar mengatakan kepada Nabi SAW : “Saya
mempunyai seratus saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang
paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi SAW
mengatakan kepada Umar “Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya
dan jadikan buahnya untuk sabilillah”.
Para sahabat Rasulullah Muhammad SAW telah merespon anjuran berwakaf ketika Rasulullah SAW masih hidup. Seperti respon Umar bin Khathab Jabir r.a. menyebutkan tidak seorangpun dari sahabat yang mempunyai kemampuan yang tidak ikut berwakaf. Respon tersebut sekaligus menjadi bukti kebenaran adanya ajaran-ajaran tentang wakaf.
Wakaf
berkembang luas di masa pemerintah Amawiyah baik di Mesir, Syam (meliputi
Palestina, Yordania, Syria) dan daerah Islam lainnya. Banyak mujahidin di
daerah-daerah Islam menyumbangkan kekayaan mereka sebagai wakaf, baik tanah
(pertanian dan kebon) maupun bangunan.
Perkembangan
wakaf di daerah Timur Tengah ikut berperan nyata dalam kesejahteraan
masyarakat, terutama ekonomi, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Masyarakat
Islam di Indonesia juga tidak ketinggalan dalam merespon ajaran Islam tentang
wakaf. Banyak di antara kita yang menyaksikan sendiri adanya harta kekayaan
wakaf di Indonesia.
Tujuan wakaf
bukan sekedar mengumpulkan harta sumbangan, tetapi mengandung banyak segi
positif bagi umat manusia. Diantaranya :
Pertama, menunjukan kepedulian terhadap kebutuhan masyarakat.
Kedua, Pembinaan hubungan kasih sayang antara Wakif dengan anggota masyarakat.
Ketiga, keuntungan
bagi Wakif, yaitu kucuran pahala, secara terus menerus selama wakafnya
dimanfaatkan penerima wakaf. Pahala yang dalam istilah Al-Qur’an “tsawab” ialah
kenikmatan abadi di akhirat kelak.
Keempat, sumber dana
produktif (banyak mendatangkan hasil) untuk masa yang lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar